Filosofi Tumpeng Untuk Perayaan Kemerdekaan 17 Agustus

 Filosofi Tumpeng Untuk Perayaan Kemerdekaan 17 Agustus


Tumpeng dijadikan sebagai lambang perayaan hari kemerdekaan Indonesia tiap tiap 17 Agustus. Itu dikarenakan tumpeng punya banyak filosofi, menjadi dari nama hingga bentuknya.

Tumpeng adalah hidangan berbentuk nasi yang dibentuk kerucut dan menggunung. Tumpeng biasanya dihidangkan di atas tampah. Selain itu juga dihidangkan aneka lauk-pauk yang mengitari tumpeng.


Dahulu tumpeng dihidangkan secara simpel oleh penduduk Jawa. Sebagai peringatan di dalam tiap tiap tahapan kehidupan. Kini tumpeng telah jadi kekinian. Lauk-pauknya beragam, demikianlah pula dengan hiasan berbagai ragam sayuran.


Di balik penyajiannya, tumpeng punya arti yang mendalam. Mulai dari nama, bentuk, alat masak, lauk dan langkah memotongnya snack box jakarta .


Berikut 5 filosofi tumpeng yang biasa dihidangkan di dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI:

1. Filosofi Nama Tumpeng


Menurut Chef Wira Hardiyansyah, tumpeng telah ada sejak penduduk menganut kepercayaan Kapitayan. Di di dalam kepercayaan Kapitayan, mereka juga mempercayai adanya Tuhan.


Karenanya mereka menyebabkan tumpeng yang punya tujuan sebagai pemusatan kepada kapabilitas Tuhan. Kata tumpeng juga punya arti. Diambil dari kata 'Tu' yang punya arti baik dan buruk.


Untuk baiknya, kata 'Tu' diartikan sebagai Tuhan. Sementara untuk buruknya diartikan sebagai hantu. Kemudian, dari kata itu selanjutnya muncul sebagian nama.


Seperti 'pintu' atau tempat-tempat lainnya yang dijadikan sebagai daerah untuk letakkan sesaji yang kerap disebut tumpeng.


Namun, secara lazim kata tumpeng berasal dari bahasa Jawa kuno. Artinya adalah manusia yang bersemangat di dalam merintis hidupnya.


Baca Juga: 8 Resep Lauk Nasi Kuning Untuk Tumpeng 17 Agustus


2. Filosofi Bentuk Tumpeng


Tumpeng dikenal dengan nasi yang dibentuk kerucut dan menggunung. Bentuk tumpeng tersebut punya filosofi yang mendalam. Tumpeng yang terbuat dari nasi dianggap sebagai lambang penghormatan pada Dewi Sri atau dewi padi.


Untuk bentuknya yang kerucut dan menggunung itu sebetulnya dimisalkan sebagai gunung. Itu dikarenakan penduduk Jawa berasumsi gunung sebagai perihal yang sangat sakral.


Menurut penduduk Jawa, gunung merupakan tempatbersemayamnya para dewa dan arwah leluhur. Bentuknya yang seperti gunung tersebut dimisalkan sebagai interaksi antara manusia dengan Tuhan dan alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun Interior Mewah dengan Furnitur Jepara Harga Bersahabat

Konveksi Seragam Drumband: Mengartikan Nilai Dalamnya

Google Chat Untuk Menjeda Notifikasi Seluler Saat Di Desktop